Pendidikan Politik: Wajah Demokrasi Bangsa

Esensi terpenting dari pendidikan politik ( political education)adalah pendidikan kewarganegaran (civic education) untukmengetahui tugas dan tanggung jawab sebagai warga negaraatau lebih tepat lagi disebut pendidikan politik adalahpendidikan demokrasi (democracyeducation), pendidikan yangmewujudkan masyarakat demokratis, yaitu masyarakat yangbebas (free society ) yang hanya dibatasi oleh kebebasan itusendiri, bukan masyarakat kolektivisme yang “terpasung” olehatribut-atribut agama atau norma-norma budaya.Dalam kontek inilah diharapkan pendidikan politik mampumelahirkan budaya politik yang sehat, yang hingga padaakhirnya berhasil mewujudkan masyarakat demokratis yangbebas dari bias apapun. Politik yang sehat tentu menjadi syaratutama dalam menghasilkan masyarakat demokratis tersebut.Sebab, tanpa berjalannya politik yang sehat maka tentumasyarakat demokratis atau demokrasi itu sendiri kehilanganarahnya sehingga muncullah kebebasan yang tidak terkontrol,yang pada akhirnya mencederai demokrasi itu sendiri.Di sini lah sebenarnya relevansinya pendidikan politik sebagaiupaya penguatan terwujudnya masyarakat demokratis, tentumelihat ini dalam konteks demokrasi kita yang berjalanmerupakan sebuah keniscayaan dalam upaya mereorientasipendidikan politik—yang telah atau sedang—berlangsung.Makalah ini dimaksudkan untuk mendiskusikan kenyataan yangsesungguhnya dalam ranah praktek pendidikan politik bangsaini.
Wajah Pendidikan Politik Bangsa
Melihat wajah asli pendidikan politik bangsa, terutama pascareformasi tentu saja mengisyaratkan kepada kita bahwapendidikan politik yang berjalan justeru menjadi sesuatu yangmengkhawatirkan. Sebab, pendidikan politik pasca reformasimemperlihatkan wajah yang “bopeng” dalam wajah asli pendidikan politik bangsa kita. Reformasi yang dimaknai sebagaisebuah bentuk pemberontakan terhadap sistem tiran penguasasebelumnya, justeru menjadi tiran baru yang melumpuhkandemokrasi itu sendiri.Dalam wajah pendidikan politik bangsa kita setidaknya ada tigabentuk pendidikan politik, yaitu pendidikan formal danpendidikan informal dan pendidikan non formal. Pendidikanformal politik ini dapat disebut bahwa—hampir—seluruhpendidikan formal, baik dari dasar hingga perguruan tinggi telahdiperkenalkan secara mapan pendidikan politik ini. Begitu jugadalam konteks pendidikan informal politik kita juga banyakdiajarkan politik dengan berbagai konteknya seperti dilingkungan keluarga dan pergaulan dan lainnya. Demikian jugadalam pendidikan non formal pendidikan kita juga telahdiperkenalkan dengan segala bentuk pendidikan politik,termasuk juga carut marutnya.Namun, ketiga bentuk pendidikan politik ini justeru terkesangagal dalam mewujudkan masyarakat demokratis yang menjaditujuan utama pendidikan politik. Jika demikian, tentu yangmenjadi permasalahan adalah strategi dan konten pendidikanpolitik itu sendiri. Untuk dapat disebut misalnya setiap hari kitadiajarkan pendidikan politik pragmatis—sebagaimana yang kitabaca di koran atau yang kita saksikan di TV—hampirsepenuhnya menunjukkan kepada kita bahwa politik tidak lebihhanyalah persoalan kepentingan pribadi di dalamnya.Demikian juga seharusnya partai politik yang bertugas sebagaipensosialisasi utama bentuk pendidikan politik yang sehat.Namun, justeru mengajarkan politik yang “mati rasa” meminjamistilah Ahmad Syafi’i Ma’arif, yang hanya mengedepankankepentingan partai tanpa ada sedikitkan berpihak padakepentingan masyarakat. Ini adalah wajah asli pendidikan politikyang diterima masyarakat setiap saatnya maka konsekuensi ini juga harus dibayar mahal oleh partai politik dengan munculnyakecenderungan untuk berperilaku buruk dalam politik bagimasyarakat dan selebihnya apatis terhadap politik.Dari kenyataan ini menguatnya angka Golput juga menjadikenyataan yang tidak bisa dibantah bagaimana buruknyapendidikan politik kita yang dipraktekkan para politisi bangsa ini.Karena memang salah satu penyebab utama menguatnya angkaGolput disebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap praktek pendidikan politik yang diajarkan para police maker inilah wajah pendidikan politik kita sebenarnya.Menimbang   Peran Mahasiswa Menimbang peran mahasiswa dalam merubah wajah pendidikanpolitik bangsa ini, jelas merupakan sesuatu yang sangatberalasan. Sebab, mahasiswa memiliki peran tersendiri dalamupaya mewujudkan pendidikan politik yang lebih baik dan moraldari apa yang tampilkan para politisi bangsa ini. Karenamahasiswa memiliki peran sosial sebagai agent of change;
agent of modernizing; agent of control atau meminjam istilahNurcholish Madjid mahasiswa adalah “
the nation’s is the best human material 1
maka tentu peran mahasiwa dalammewujudkan pendidikan politik yang bermoral menjadi sangatpenting.Dalam konteks pendidikan politik ini mahasiswa secara umummendapatkan pendidikan politik formal di bangku kuliah—terlebih lagi yang mengambil konsentrasi politik—sebab teori-teori umum politik telah diajarkan secara kontiniu. Kemudian,pendidikan politik ini juga diperkuat lagi dengan adanyalembaga-lembaga organisasi kampus, yang sepenuhnyamahasiswa di dalamnya dapat mengekpresikan politiknya.Namun, pendidikan politik ini dapat disebut gagal dalammewujudkan mahasiswa-mahasiswa yang dapat berpartisipasisecara baik dalam mempraktekkan perannya sebagai mahasiwayang disebut memiliki peran sosial tersebut. Bahkan, justerusebaliknya praktek-praktek politik mahasiswa—baik dilingkungan kampus atau di luar kampus—menunjukkan perilakupolitik yang sarat dengan kepentingan di dalamnya sebagaiindikasi lain gagalnya pendidikan politik di kalangan mahasiswa.Kegagalan pendidikan politik ini tentu saja berkaitan khususdengan kenyataan yang kita hadapi, yaitu hilangnya “uswah”dari para politisi tentang nilai atau etika politik. Untuk itu, tidakmengherankan terjadi karena memang “guru politik” parapolitikus tidak pernah berupaya untuk mengiklankan politik yangbermoral maka tentu saja wajar kalau mahasiswa jugamempraktekkan politik yang hampir sama.
Dalam konteks lain yang penting di kemukan di sini, kita bisamenyebut praktek politik mahasiswa tidak lebih hanya sebagai“alat penekan” yang dimanfaatkan kelompok tertentu, yangtidak lebih hanya untuk memenangkan kepentingan tertentupula. Inilah kenyataan yang harus kita akui maka tentu upayayang serius dan sungguh untuk menyelamatkan peranmahasiwa dari hal ini tentu adalah upaya reposisi peran dantanggung jawab mahasiswa sebagai bagian dari kelompok unitkampus, yang memiliki tugas utama untuk belajar dan politikhanyalah bagian dari aksesoris kehidupan mahasiswa.
2
Untuk itu, tidak terlalu mengherankan kalau banyak asumsimiris masyarakat terhadap pendidikan politik kita. Karenamemang harus diakui secara jujur pendidikan politik kita masihsangat buruk, maka hasil yang buruk dari pendidikan politik ini juga merupakan sesuatu konsekuensi logis dari kenyataan yangsesungguhnya yang harus kita terima. Sebab, tidak ada logikayang membenarkan sesuatu yang buruk akan menghasilkanyang baik.Melihat kenyataan ini, kaitannya dengan pendidikan politik yangbertujuan untuk mewujudkan masyarakat demokratis masihsangat jauh dari apa yang kita harapkan dalam mewujudkanmasyarakat demokrasi yang berwujudkan
free society 
yangtidak terikat apapun, yang hanya dibatasi oleh kebebasan itusendiri. Inilah sebenarnya tujuan utama dari pendidikan politiktersebut maka tentu memulai mempraktekkan pendidikan politikyang baik harus kita mulai dari diri kita sendiri.[z]

Nurcholish Madjid,
Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan
(Bandung: Mizan,2008), h. 179-180

Arief Budiman,
Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan 1965-2005
(Jakarta: Pustaka Alvabet dan Freedom Institute, 2006), h. 251.
\
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BLOG' 'E MIFTAKHURROKHIM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger