REVOLUSI DAN GERAKAN RAKYAT INDONESIA

Perlawanan rakyat Indonesia melawan penindasan sudah berlangsung berabad-abad, semenjak masuknya imperialisme asing di abadi 16. Pada masa sebelum terjadinya imperialisme di Indonesia, corak kehidupan bangsa mengikuti sistem feodalisme.
1. Pra-imperialisme asing

Pada masa feodalisme murni ini, terjadi pemusatan kekuasaan pada segelintir kelompok masyarakat yang dikenal sebagai kaum bangsawan, dan dipimpin oleh seorang raja atau sultan.

Dalam menjalankan roda perekonomian di daerah kekuasaannya para bangsawan mengusahakan usaha agraris (pertanian) yang dijalankan oleh para tuan tanah, di mana para tuan tanah memerintahkan petani penggarap untuk bercocok tanam sesuai dengan apa yang diperintahkan para tuan tanah. Hasil dari pertanian yang dijalankan petani penggarap di berikan sepenuhnya kepada tuan tanah, dan sebagai upah atsa kerja petani penggarap hanya diberikan sedikit hasil tani yang dapat menghidupinya sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup yang sangat sederhana. Dan mereka diberi lokasi tempat tinggal di sekitar tanah garapan yang sebenarnya tanpa disadari petani juga dijadikan sebagai penjaga tanah tersebut.

Penjualan dan distribusi hasil tani dijalankan para tuan-tuan tanah dengan dibantu kelompok pedagang yang memilik akses ke berabagi daerah lain yang membutuhkan hasil-hasil pertanian tersebut. Keuntungan yang didapat dimiliki sepenuhnya oleh para tuan tanah. Sebagai imbalan ke pihak bangsawan, tuan tanah memberikan berupa upeti atau persembahan yang pada dasarnya memohon agar mereka diberi hak lagi untuk menjalankan usaha di lokasinya.

Di sini dapat dilihat bahwa pada corak kehidupan feodal, penindasan terhadap rakyat kecil (dapat dianggap bahwa para petani atau petani tak bertanah mempunyai kelompok masyarakat yang besar dibanding kelompok masyarakat yang lain) terjadi secara sistematis (terstruktur). Penindasan secara langsung jelas dilakukan oleh para tuan tanah dengan tidak memberikan upah yang layak kepada petani penggarap yang sesuai dengan nilai kerja mereka. Dapat dipastikan bahwa tingkat kehidupan petani tidak akan beranjak ke tingkat yang lebih baik sampai kapanpun. Penindasan terhadap petani oleh tuan tanah dilakukan untuk mendatangkan keuntungan yang maksimal bagi tuan tanah mengingat mereka harus mengeluarkan biaya persembahan (upeti) kepada kaum bangasawan yang menguasai secara politik.

Sistem ekonomi feodal telah membentuk struktur masayarakat sebagai berikut :

— Raja dan bangswan, mewakili kelas penguasa politik, dimana mereka membuat segala aturan dalam politik kekuasaan ataupun ekonomi.

— Tuan tanah, sebagai pemilik modal (berupa tanah) dan pengambil keuntungan dari hasil perputaran modal tersebut. Perlu diingat bahwa kepemilikan modal dari si tuan tanah tidaklah didapat dari suatu mekanisme kepemilikan yang mandiri. Kepemilikan tanah diberikan oleh raja (atau bangsawan)dalam bentuk hak pengelolaan dengan imbalan upeti. Ini nantinya yang akan membedakan corak produksi kapitalisme, kepitalisme pinggiran, feodal.

— Pedagang, sebagai kelompok yang mendistribusikan barang. Mereka mengambil keuntungan dengan mendapatkan selisih harga beli dari tuan tanah dan harag jual pembeli di tempat lain.

— Petani penggarap,merupakan kelompok mayoritas yang secara ekonomi tidak memiliki ekkuasan apapun. Mereka mengabdikan sepenuhnya kepada tuang tanah, imbalan yang didapat sangat minim.

(lihat bab-bab awal Zaman Bergerak)

Penghisapan ekonomi dan penindasan politik ini telah membuat kaum tani memberontak melawan kekuasaan raja dan para bangsawan. Baik di masa kerajaan Mataram I (abad VIII-IX), dan jauh sebelumnya, yakni masa Kerajaan Kediri (awal abad XI-XIII), pemberontakan kaum tani yang dimanipulir Ken Arok serta pemberontakan-pemberontakan kaum tani lainnya
2. Imperialisme asing

Tahun 1469 adalah tahun kedatangan ekspedisi mencari daerah baru yang dipimpin Vasco da Gama (Portugis). Tujuannya mencari rempah-rempah yang akan dijual kembali di Eropa. Kemudian menyusul penjelajah Spanyol masuk ke Nusantara di tahun 1512. Penjelajah Belanda baru datang ke Nusantara tahun 1596, dengan mendaratnya Cornelis de Houtman di Banten.

Selanjutnya didirikanlah kongsi dagang VOC (Verenidge Oost Indische Compagnie) tahun 1602. Dalam waktu singkat kapital dagang Belanda menguasai Nusantara. Banten dikuasai, sehingga Belanda dapat mengontrol pintu barat Nusantara, dan Makasar dikuasai agar mereka bisa mengontrol wilayah timurnya. Di Jawa, kekuasaan raja-raja feodal dapat mereka runtuhkan, dan menjadikan mereka antek kolonialisnya, dan keharusan membayar contingent, pajak natura. Kekuasaan Belanda ini terinterupsi 4 tahun dengan berkuasanya kolonialisme Inggris sampai tahun 1813. Kolonialisme Inggris masa Raffles, adalah tonggak penting hilangnya konsep pemilikan tanah oleh kerajaan. Sebab dalam konsep Inggris, tanah bukan milik Tuhan yang diwakilkan pada raja, tapi milik negara. Karenanya pemilik dan penggarap tanah harus membayar landrente (pajak tanah), Pajak ini mengharuskan sistim monetasi dalam masyarakat yang masih terbelakang sistim monetasinya, sehingga memberi kesempatan tumbuhnya renten dan ijon. Pengganti Raffles, Daendles, Gubernur kolonial Belanda, meneruskan kebijaksanaan itu.

Wilayah Nusantara jatuh lagi ke tangan Belanda. Politik mereka dijalankan dengan tetap mempertahankan kapitalisme kolonial yang primitif; bahkan tahun 1830-1870 pemerintah Belanda menyelenggarakan tanam paksa (Culturstelsel). Hal ini dikarenakan kebangkrutan kas mereka, yang selama ini dihabiskan untuk menumpas perlawanan-pelawanan rakyat di Nusantara dan perang pemisahan Belgia. Ciri-ciri tanam paksa ini berupa:

1. Kaum tani diwajibkan menanam tanaman yang laku dipasaran Eropa, yaitu tebu, kopi, teh, nila, kapas, rosela dan tembakau; kaum tani wajib menyerahkan hasilnya kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda;

2. Perubahan (baca: penghancuran) sistim pengairan sawah dan palawija;

3. Mobilisasi kuda, kerbau dan sapi untuk pembajakan dan pengang kutan;

4. Optimalisasi pelabuhan, termasuk pelabuhan alam;

5. Pendirian pabrik-pabrik di lingkungan pedesaan, pabrik gula dan karung goni;

6. Kerja paksa atau rodi atau corvee labour untuk pemerintah;

7. Pembebanan berbagai macam pajak.

Hindia Belanda, Ajang Kolonialisme/Imperialis Pada pertengahan abad 19 terjadi perubahan di negeri Belanda, yaitu menguatnya kaum kapital dagang swasta (seusai mentransformasikan monarki absolut menjadi monarki parlementer dalam sistim kapitalisme) terjadi pula perubahan di Nusantara/Hindia Belanda. Akumulasi kapital yang dimiliki kapitalis dagang ini memberi basis perluasan ekspansi modalnya di Hindia Belanda, menuntut peran kekuasaan modalnya lebih besar dari pada negara. Logika modal seperti itu wajar, agar bisa mulus bertransformasi menjadi kapitalis industri-swasta, mengerosi monopoli negara lebih cepat. Namun, monopoli negara ini tidak berarti state qua state, negara demi negara, atau negara menciptakan kelas, karena logika modal, menyatakan bahwa negara adalah alat kaum modal, cepat atau lambat, kaum kapital akan mengerosi campur tangan negara, terutama untuk monopoli produksi, perdagangan dan keuangan. Perubahan syarat syarat kapitalisme ini pun menuntut perubahan dalam metode penghisapan dan sistem politiknya: dari politik dagang kolonial yang monopolistik ke politik kapital dagang industri yang bersifat persaingan bebas, sebagai akibat tuntutan swastanisasi oleh kelas borjuis yang baru berkembang.

Metode penghisapan baru yang lebih modern ini, menuntut tersedianya tenaga produktif yang lebih modern, tanah jarahan yang lebih luas (yaitu Sumatera), perubahan dan pembangunan sistim irigasi yang lebih modern, tenaga kerja yang lebih banyak, terampil, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan hubungan produksi pengupahan; bahkan perubahan dalam supra struktur seperti; hukum poenale sanctie, birokrasi, bahasa, pendidikan, bacaan dan terbitan Di sinilah awal kelahiran kaum buruh di Hindia Belanda yang berkesadaran baru pula.

Kemunculan kaum buruh dalam jumlah besar diakibatkan dengan munculnya sistem produksi baru yang mengutamakan sistem pengupahan. Ini berbeda dengan sistem pemberian sedikit hasil tani kepada tani penggarap seperti pada saat sistem produksi feodal. Inilah saat di mana bangsa Indonesia mengenal sistem produksi kapitalis. Penumpukan modal dilakukan oleh para pemilik modal yang menguasai sumber-sumber daya alam dan suatu sistem produksi, bisa dalam bentuk pertanian atau pabrik manufaktur.

Ciri-ciri dari corak kehidupan industri yang muncul pada masa ini:

1. Munculnya kaum buruh upahan dengan sistem kerja industri kapitalis di tanah jajahan;

2. Bertebarannya pabrik-pabrik, terutama pabrik gula, karung goni tekstil, kelapa sawit dan tembakau yang dimiliki kapitalis swasta Belanda dan bangsa Eropa lainnya dan belakangan minyak serta barang galian

3. Perubahan dan pembangunan sistim pengairan baru

4. Mobilisasi tenaga kerja dalam selubung transmigrasi

5. Dikikisnya basis produksi feodal (penyakapan)

6. Lahirnya lembaga-lembaga pendidikan modern

7. Lahirnya sistim juridis baru yang belum sepenuhnya mengemban ideologi liberal

8. Alat propagandanya manipulasi humanisme kaum sosial-demokrat kanan-politik etis

Di masa kapitalisme kaum buruh upahan dengan produksi yang dihasilkannya, pengolahan tanah, perubahan sistim irigasi, penggunaan kerbau, sapi dan kuda sebagai alat bajak dan alat angkut tambahan, mesin, pabrik, kapal laut, roda, kereta api, bangunan pabrik, jembatan dll, yang bermuara menjadi barang dagangan plus kesadaran dan tindakan politiknya -kesadaran membaca, berorganisasi, kursus, rapat, demonstrasi, pertemuan umum, persatuan, forum, debat, polemik, perpecahan, pengrahasiaan, dan akhirnya pemberontakan, revolusi adalah tenaga-tenaga produktif yang terus melimpah. Itulah wajah cara produksi kapitalis yang bersifat menghisap/menindas di Hindia Belanda, dan sedang mengalami perlawanan. Kemudian setelah sukses mengikis monopoli negara atau memperlancar swastanisasi, ekspor kapital, kapitalisme berkembang lebih jauh ke tahap imperialisme. Artinya kapitalisme dalam momen tertentu telah menghilangkan kontradiksi di negeri asalnya, namun kontradiksi kelas kemudian jadi meluas ke tanah jajahan dan kompleks. Itulah tanda dari konsekuensi hubungan sosial produksi kapitalis yang memiliki potensi mendapatkan perlawanan dari rakyat tanah jajahan dan rakyat yang sadar di negeri asalnya.

Tanda-tanda berkembangnya kapitalisme ke tanah jajahan sebagai hasi dari imperialisme, yaitu:

1. Pemusatan produksi dan modal berkembang pesat, hingga menciptakan monopoli-monopoli yang berperan menentukan dalam kehidupan ekonomi

2. Paduan kapital bank dan industri. Di atas kapital finans ini dikembangkan oligarki finanns

3. Ekspor kapital memperoleh arti penting yang luar biasa --berbeda dengan ekspor barang dagangan (komoditi)

4. Pembentukan serikat-serikat kapitalis monopoli internasional yang membagi dunia di kalangan mereka sendiri

5. Pembagian wilayah atas seluruh dunia di antara negara-negara kapitalis dalam tahap tertentu sudah diselesaikan.

Di atas syarat-syarat tersebut, justru gerakan rakyat menunjukkan elannya dalam praktek revolusi sejak akhir abad 19 hingga saat ini; artinya, terbukti bagaimana gerakan rakyat, sebagai lompatan kualitatif dari tenaga-tenaga produktif, terjadi pada tahap imperialisme.

Perkembangan kapitalisme persaingan bebas ke kapitalisme monopoli akhirnya menunjukan bahwa kaum borjuasi selain berhadapan dengan kaum buruh dalam negeri, juga berhadapan dengan seluruh rakyat di tanah-tanah jajahannya. Ia pun menunjukkan tentang perjuangan yang dipimpin kaum buruh pada masa imperialisme.

Kaum buruh yang terbentuk sebagai akibat dari penghisapan produksi kapitalis, menghasilakan kesadaran akan perlunya perlawanan terhadap pemilik-pemilik modal asing (Belanda). Ketidakpuasan mulai muncul karena dengan upah yang sangat rendah, kaum buruh juga ahrus menghadapi biaya-biaya kehidupan. Barang kebutuhan hidup sederahana mulai digantikan dengan barang-barang yang lebih maju (sebenarnya diciptakan dan diproduksi di pabrik-pabrik manufaktur yang ada). Namun demi menghasilakan keuntungan yang besar (konsekuensi logis dari watak seorang pemilik modal), maka barang-barang tersebut dijual dengan harga yang cukup tinggi. Menghadapi hal ini, jelas kehidupan kaum buruh Indonesia tidak akan mungkin meningkat. Sementara kaum pemilik modal (Belanda) semakin menunjukkan kelebihannya dalam hal kekayaan, maka konflik pun tidak terhindarkan.

Produksi kapitalis asing ini seperti disinggung di atas, menunjukkan hasil-hasil produksi manufaktur ataupun pertanian telah berhasil menggeser kekuatan-kekuatan produksi feodal yang masih dipegang segelintir pribumi yang dekan dengan kekuasaan kerajaan. Sistem produksi kapitalis ini sangat mengutamakan efisiensi, yang dibangun dari sisi manajemen dan alat-alat produksi yang modern. Jelas ini tidak dimiliki oleh para penguasa ekonomi feodal, yang pada akhirnya menyebabkan kekuatan ekonmi kerajaan setempat terus merosot. Akibat hal tersebulah maka kekuatan kerajaan pribumi mulai menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda.

Perasaan fanatisme terhadap kerajaan sengaja dibangkitkan oleh para raja dan bangsawan terhadap rakyatnya. Maka pada masa ini perlawanan kaum buruh terintegrasi ke dalam perlawanan nasinalisme.

Berawal dari ketertindasan ekonomi (pengupahan, harga barang, kesewenang-wenangan pemilik modal) dan didorong oleh rasa nasionalisme (yang muncul kemudian setelah melihat bahwa pemilik modal tersebut adalah bangsa lain), perlawanan tehadap kekuasaan kapitralis-imperialis muncul dan kaum buruh menjdi basis kekuatan utama.

Perlawanan Pangeran Diponegoro berawal dari adanya penyerobotan tanah oleh kapitalis Belanda (dengan didukung kekuatan militer pemerintah Belanda) terhadap tanah milik keluaraga kesultanan, perlawanan Sisingamraja XII juga berawal dari masalah tanah.Perang Aceh yang terjadi sangat lama berawal dari penguasaan bandar Malaka oleh Belada yang mengakibatkan kemajuan di bandar-bandar pelabuhan milik kerajaan Aceh. Maka Belandapun memutuskan untuk menyerang Aceh. Ini juga memperlihatkan bahwa persaingan ekonomi kerajaan pribumi dengan Belanda menjadi dasar bagi munculnya perlawanan nasionalisme.
Kebangkitan Gerakan Buruh Di Indonesia

Perjuangan buruh di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, bersamaan dengan bangkitnya kesadaran nasionalisme.

Pada awal abad 20, praktis seluruh kerajaan di bumi nusantara telah dikuasai pemerintah Belanda. Dengan demikian babak sejarah perlawanan kerajaan-kerajaan telah selesai. Bersamaan dengan itu pemerintah Belada yang dikuasai oleh partai Liberal mulai menegok ke pembangunan sumber daya manusia di Indonesia, yang sebenarnya juga merupakan kepentingan Belanda untuk mendapatkan tenaga murah (dari kaum pribumi)dan tetap membawa keuntungan (yang lebih besar) ke negeri Belanda. Maka dikenallah program Politik Etis. Salah satu programnya adalah pendidikan (educatie).Dengan pembukaan sekolah-sekolah baru (berorientasi ke Eropa) maka muncullah berbagai pengetahuan baru ke Indonesia. Salah satunya mengenai organisasi.

Salah seorang murid STOVIA, RM Tirto Adisuryo (berasal dari bangsawan rendah Jawa) mendirikan Serikat Priayi, yang berangotakan para bangasawan pengenyam pendidikan Belanda. Namun Serikat priayi tidak berumur panjang. Organisasi ini yang semula direncanakan menjadi alat perjuangan kaum intelektual (?), menjadi tidak realistis. Ini akibat dari sifat para bangsawan Jawa yang sudah sekian lama menikmati fasilitas dari kerajaan, dan kemudahan-kemudahan dari Belanda.

Sehabis Serikat Priayi, RM Tirto Adisuryo pun mulai melihat kekuatan lain yang cukup punya potensi. Maka bersama KH Ahmad Dahlan mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini dibangun setelah mereka melihat bahwa kepentingan-kepentingan pedagang pribumu yang mayoritas Islam mengalami kekalahan dalam persaingan dengan pedagang-pedagan bermodal besar dari Belanda. SDI inilah organisasi modern pertama yang berbasis kepentingan. Perbesaran SDI sangat luar biasa, dan kemudian setelah beberapa lama, SDI diubah menjadi Sarekat Islam yang anggotanya tidak harus berprofesi pedagang, jenis keanggotaan mulai dari kaum petani, buruh perkebunan, buruk KA, samapai pembantu rumahtangga. Inilah cikal bakal dari munculnya kesadaran kaum buruhIndonesia untuk berorganisasi.

Serikat buruh yang mula-mula berdiri adalah serikat buruh trem dan kereta api (VSTP) dengan markas di Semarang, berdiri 1908. Juru propaganda pribumi VSTP yang pertama, Semaoen, selain bekerja untuk serikat buruh juga menjadi ketua Sarekat Islam (SI) lokalSemarang. Tidak seperti banyak pemimpin SI lain yang berlatar belakang wartawan, Semaoen seorang pegawai juru tulis di perusahaan pembangun rel kereta api. Umurnya masih sangat muda ketika memutuskan terjun ke dunia pergerakan. Lahir 1899 dari orang tua yang bekerja sebagai buruh kereta api, Semaoen pada usia 18 tahun telah terpilih menggantikan Mohammad Joesoef, ketua SI Semarang sebelumnya. Semaoen banyak belajar cara mengorganisasi buruh dari Sneevliet, tokoh sosialis-demokrat pendiri ISDV.

Di bawah kepemimpinan Semaoen, SI Semarang tumbuh besar. Anggotanya bertambah dengan cepat, dari hanya 1.700 orang (1916) menjadi 20.000 (1917). Berkecamuknya Perang Dunia I yang juga menyeret negara induk Belanda ke medan perang membuat perekonomian Indonesia, negeri jajahannya, terkena imbas. Inflasi menanjak tajam, sementara upah buruh-buruh tidak ikut naik, atau bahkan turun. Maka mulailah Semaoen mengorganisasikan buruh-buruh SI Semarang untuk mogok. Keberhasilan buruh perabotan mogok diikuti oleh buruh pecetakan, buruh pembuat mesin jahit Singer, buruh bengkel mobil dan buruh transportasi kapal uap dan perahu. Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lain menyusul dan menjadikan SI Semarang sebagai pemimpin pergerakan.

Menghadapi gelombang pemogokan buruh di Indonesia, pemerintah kolonial masih bersikap netral selama motifnya ekonomi (tuntuitan normatif). Pemerintah beranggapan bahwa usaha rakyat untuk mengangkat taraf hidupnya akan berpengaruh baik pada kesadaran politik kaum pribumi. Segera saja serikat-serikat buruh baru bermunculan, di samping VSTP, PGHB (serikat guru) dan PPPB (serikat pegawai pegadaian pribumi), antara lain VIPBOW (serikat buruh pekerjaan umum), PFB (serikat buruh pabrik gula), Typografenbond (serikat buruh percetakan), Sarekat Postel dan PPDH (serikat pegawai kehutanan). Serikat buruh terbesar adalah VSTP, PPPB dan PFB, semuanya di bawah naungan Sarekat Islam. PPPB dikontrol oleh SI Surabaya, sedangkan PFB oleh SI Yogyakarta.

PFB dipimpin oleh Soerjopranoto, “si raja mogok”. Berasal dari kalangan bangsawan Pakualaman yang dikenal progresif, Soerjopranoto membantu buruh-buruh pabrik gula menuntut kenaikan upah, perbaikan kondisi kerja, kerja delapan jam sehari, libur dengan bayaran satu hari dalam seminggu dan tambahan upah untuk lembur. Jika buruh-buruh berniat mogok, mereka meminta wakil PFB hadir dan membuka cabang. Hanya dalam setahun, PFB tumbuh menjadi serikat buruh terbesar dan paling militan di Indonesia dengan 90 cabang dan hampir 10.000 anggota. Yogyakarta pun menjadi pusat pergerakan baru, dengan SI sebagai motor didukung oleh organisasi keagamaan Muhammadiyah.

Medan pergerakan Soerjopranoto meluas hingga Solo. Dari 192 pabrik gula yang ada di Solo, PFB mempunyai cabang di 153 pabrik. Berhasilnya pemogokan merangsang buruh-buruh lain untuk ikut mogok. Pabrik-pabrik menghadapi aksi-aksi buruh dengan memecati para pemogok. Untuk itu PFB juga berusaha membantu keuangan buruh-buruh yang dipecat dan mengusahakan pekerjaan untuk mereka. Pabrik biasanya mengabulkan tuntutan kenaikan upah, tetapi menolak untuk mempekerjakan kembali buruh-buruh yang dipecat dan tidak bersedia mengakui PFB sebagai wakil buruh.

Bocornya rencana pemogokan umum se-Jawa pada Juli 1920 dimanfaatkan oleh residen Surakarta untuk menangkapi para pemimpin SI dan PFB, dengan tuduhan bahwa aksi-aksi buruh yang bersifat ekonomi itu mulai ditunggangi oleh aksi-aksi politik SI, sehingga dikhawatirkan “keamanan dan ketertiban” (rust en orde) bakal guncang. Tindakan pabrik-pabrik gula menaikkan upah buruh 20 – 30% memukul militansi buruh-buruh dan membangkitkan ketakutan mereka terhadap majikan. Beramai-ramai mereka mundur dari keanggotaan PFB. Tak lama PFB pun mati.

PPPB dipimpin Abdoel Moeis mendukung pemogokan buruh-buruh pegadaian Yogyakarta. Abdoel Moeis mengusahakan negosiasi dengan pemerintah agar buruh-buruh yang dipecat dipekerjakan kembali dan dibentuk komite penyelidikan ketidakpuasan para buruh. Penolakan pemerintah berkembang menjadi perjuangan nasional melawan pemerintah, karena tuntutan PPPB didukung pula oleh Central SI, PKI, Revolutionaire Vakcentrale, Boedi Oetomo, Muhammadiyah dan serikat-serikat buruh lainnya. Rencana pemogokan umum PPPB pada Februari 1922 dipotong oleh pemerintah dengan menangkapi para pemimpinnya. Dukungan pun surut, 1000 buruh dipecat dan PPPB runtuh.

Rencana rasionalisasi semasa Gubernur Jenderal Fock menyulut buruh-buruh kereta api yang tergabung dalam VSTP untuk bergerak. Tahun 1923 pemerintah menghapus tunjangan biaya hidup. VSTP yang berada di bawah kontrol kaum komunis mengancam akan menggerakkan pemogokan jika negosiasi dengan pemerintah gagal atau ada satu saja pemimpin VSTP yang ditangkap. Sebelum VSTP betul-betul siap untuk mogok, pemerintah mnangkap Semaoen. Kontan 10.000 buruh kereta api mogok di Semarang, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Pekalongan, Tegal dan Cirebon. Pemerintah menerjunkan tentara di sepanjang jalur kereta api, dan menangkapi para pemimpin VSTP. Pemogokan berhenti dan VSTP hancur karena ditinggal anggotanya.

Dimasa-masa kebesaran serikat Buruh, maka di bawah komando PKI (Perserikatan Komunis Indonesia, merupakan organisasi yang berdiri 23 Mei 1920, organisasi progresif dan berhaluan pada garis massa pertama di Asia), serikat-serikat Buruh komunis mulai melancarkan aksi-aksi massa yang bertujuan mematangkan kondisi revolusi, dan diharapkan akan mencapai puncaknya pada akhir 1926. Perencanaan aksi besar ini terinspirasi dari kemenangan kaum Bolshevik di Rusia, Oktober 1918. Perdebatan terjadi di antara kaum komunis sendiri atau kelompok progresif lain yang tidak berhaluan komunis. Perdebatan yang sangat terkenal terjadi antara Tan Malaka dengan Alimin (PKI), yang berakibat dikeluarkananya Tan Malaka dari Komintern (Komunis Internasional).

PKI pun akhirnya memaksakan rencana aksi tersebut. Pemberontakan pertama di Indonesia yang bertujuan langsung terhadap perebutan negara terjadi di akhir 1926. Seperti yang diduga Tan Malaka, ternyata kondisi rakyat Indonesia belumlah matang, terlihat dari kelambatan beberapa daerah merespon aksi di Jawa. Penumpasan besar-besaran terjadi, militer belanda bekerja keras untuk menumpas kekuatan massa radikal tersebut.

Usaha perjuangan pembebasan rakyat secara nasional ini, menunjukkan betapa takutnya pemerintah Belanda terhadap aksi-aksi massayang radikal dan progersif. Sekitar 13.000 pejuang dibuang ke Boven Digul oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Salah satu sebabnya adalah ketidak-mampuan kaum radikal dalam mengkonsolidasikan secara baik dan menyeluruh kekuatan-kekuatan potensial rakyat, yaitu kaum buruh, kaum tani dan kaum tertindas lainnya. Sehingga kekuatan kaum radikal sendiri tidak cukup kuat untuk menghadapi aparat militer Pemerintah Kolonial. Satu pelajaran yang harus kita ambil adalah bahwa perjuangan bersenjata adalah kebutuhan nyata massa dan merupakan kulminasi dari situasi revolusioner perlawanan rakyat terhadap watak negara kolonial, dengan aparat kemiliterannya, yang selama ini melakukan penghisapan/penindasan terhadap segala bentuk perlawanan rakyat. Dengan demikian, kekalahan perlawanan 1926/1927, adalah kekalahan gerakan pada umumnya.

Pasca 1926 panggung perjuangan politik dikuasai oleh para pemimpin-pemimpin bearasal dari kaum intelektual, hanya sedikit yang melakukan pembangunan di basis massa, aksi-aksi massa yang sebelum 1926 sangat marak menjadi nyaris hilang. Perdebatan-perdebatan politik hanya terjadi di panggung-panggung politik ciptaan Belanda, seperti Volksraad. Ini tidak lain sebagai usaha Belanda memutus hubungan antara kaum terpelajar dengan massa rakyat. Karena akan lebih mudah bagi Belanda menumpas kaum terpelajar yang cukup “vokal”, dengan cara membuangnya ke Belanda atau Digul.

Sejarah perjuangan ternyata bergerak maju di beberapa kaum radikal/progersif. Pada tahun 1929 berdiri Partai Nasional Indonesia (PNI) dibawah pimpinan Ir. Sukarno. PNI berwatak kerakyatan dan garis massa. Sisa-sisa kaum progresif yang masih hidup lalu bergabung dengan PNI, sebagai alat perlawanan kolonialisme. Dukungan yang luas atas PNI membuat penguasa harus mengirim para aktivis PNI ke penjara, termasuk Sukarno. Aktivitas revolusioner yang dilakukan oleh kaum radikal tetap dilanjutkan dengan gerakan bawah tanah. Di bawah kondisi yang represif, terbitan dan pertemuan gelap lainnya terus dijalankan.

Ketika fasisme mulai merambah Eropa dan Asia, konsistensi perjuangan pembebasan tetap terjaga terus menerus. Kaum radikal kembali mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan rakyat dengan membentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dibawah pimpinan Amir Sjarifudin. Pada tahun l939 Gerindo bersama-sama Parindra dan PSII membangun suatu front bersama untuk menghadapi fasisme. Front tersebut bernama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dengan GAPI kaum radikal berharap dapat menggunakan perjuangan anti fasisme sekaligus keperjuangan anti-kolonialisme.

Sementara itu di Erapa, tahun 1939 Perang Dunia II meletus ketika Jerman dibawah Hitler menyerbu Polandia. Jepang lalu mnyerbu Hindia Belanda dan mengusir kekuasaan Belanda digantikan dengan pemerintahan administrasi militer Kerja paksa (romusya) diberlakukan untuk membangun infrastruktur perang seperti pelabuhan, jalan raya dan lapangan udara tanpa di upah. Serikat buruh dan partai politik dilarang. Yang diperbolehkan berdiri hanya organisasi boneka buatan pemerintah militer Jepang seperti Peta, Keibodan dll. Sebab-sebab dari timbulnya PD II adalah persaingan diantara ne gara-negara imperialis untuk memperebutkan pasar dan sumber bahan baku. Siapapun yang menang maka kemenangannya adalah tetap atas nama imperialisme. Jadi dapat disimpulkan bahwa Perang Dunia Kedua Adalah Perang Kaum Imperialis

Walaupun kaum radikal mengalami jatuh bangun dalam perjuangannya, namun garis perjuangan anti fasis tetap dipertahankan. Kaum radikal dengan melalui organisasi-organisasi pergerakan bawah tanah mulai membentuk Gerakan Anti-fasis (Geraf), Gerakan Indonesia Merdeka (Gerindom) dan sebagainya. Amir Sjarifudin, sebagai orang yang paling konsisten anti-fasisme ditangkap dan dipenjarakan pada tahun l943. Di lain pihak, sebab besar kaum priyayi justru tidak mengambil praktek politik konfrontatif terhadap fasisme Jepang. Kompromi, konsesi, dan kolaborasi terhadap fasis Jepang menjadi Bab dari politik elit kaum feodal. Sementara kaum demokrat-liberal terpaksa harus menjalankan taktik politik koperasi dengan pemerintahan militer Jepang.
Revolusi Agustus 1945

Pada tanggal 17 Agustus l945 Sukarno-Hatta yang masih ragu-ragu berhasil dipaksa oleh kaum muda untuk memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan dimungkinkan karena adanya kevakuman kekuasaan. Kevakuman kekuasaan tersebut disebabkan kekalahan Jepang dalam PD II, sementara pasukan sekutu belum datang. Momentum kekosongan kekuasaan negara ini yang membuat proklamasi dapat dibacakan berkat inisiatif dan keberanian dari kaum muda. Proklamasi pada tahun l945, juga didasari pada patriotisme bahwa kemerdekaan tidaklah boleh sebagai pemberian dari Jepang atau hadiah dari Sekutu, tapi berkat kepemimpinan dari para pejuang Indonesia.

Revolusi pembebasan nasional tahun l945 ternyata gagal menghasilkan demokrasi yang sejati bagi rakyat. Hal ini disebab kan karena kekuatan rakyat yang diorganisir oleh kaum radikal kerakyatan gagal mengambil kepemimpinan dalam perjuangan pembebasan nasional. Revolusi Agustus '45 memang berhasil mengusir imperialis fasis Jepang dan menghalau imperialisme Belanda yang berusaha untuk kembali menjajah.

Namun, sebelum kekuatan-kekuatan rakyat mampu dikonsolidasikan oleh kaum radikal guna membentuk pemerintahan koalisi nasional, Amerika telah mengambil inisiatif untuk menggagalkannya dengan memperalat kekuatan-kekuatan politik yang ada diIndonesia. AS dengan dukungan beberapa sekutunya di Indonesia lalu membuat skenario teror putih dengan menghancurkan kaum radikal dan frontnya. Suksesnya skenario AS untuk menjalankan red drive proposal (proposal politik untuk melenyapkan kekuatan-kekuatan rakyat) sebenarnya juga merupakan produk tidak adanya unity of command antara kekuatan-kekuatan rakyat yang ada di dalam negeri dengan yang di luar negeri. Hal ini masih ditambah lagi dengan ketidak mampuan kaum radikal dalam mengarahkan sasaran perjuangannya ke arah kaum demokrat-liberal/borjuasi dan Imperialis, setelah kaum fasis dikalahkan pada PD II

Dengan peristiwa tersebut, situasi revolusioner mencapai anti klimaksnya. Hal ini hanya melicinkan jalan menuju persetujuan KMB (Konferensi Meja Bundar) pada 2 November, 1949. Dengan adanya persetujuan KMB, imperialisme Belanda memperoleh konsesi di lapangan ekonomi, politik, militer dan kebudayaan. Revolusi Agustus '45 yang adalah berwatak revolusi borjuis demokratik, hanya berhasil sebagai revolusi pembebasan nasional (yakni berhasil mendirikan Republik Indonesia), namun gagal mendirikan pemerintahan kerakyatan.

Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan merupakan unsure yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menetu untuk mencari identitas-identitas baru, untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan social yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah perang dunia II. Untuk yang pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing hilang. Tidaklah mengherankan apabila hasilnya bukanlah muncul suatu bangsa yang baru yang serasi namun suatu pertarungan sengit diantara individu-individu dan kekuatan-kekuatan social yang bertentangan. Akantetapi pada masa setelah itu merupakan zaman yang paling cemerlang dalam sejarah Indonesia, bahwa hak Indonesia akan kemerdekaannya ditunjukkan oleh pengorbanan-pengorbanan yang dilakukan atas nama revolusi menjadi suatu fakta sejarah yang tidak bisa kita pungkiri.

Suatu Pencapaian Kemerdekaan
Pemerintahan pusat Republik di Jakarta pada akhir Agustus 1945. pemerintah ini menyetujui konstitusi yang telah dirancang oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebelum menyerang Jepang.Soekarno diangkat sebagai Presiden (1945-67) dan Hatta sebagai Wakil Presiden (1945-56). Para elit politik di Jakarta waktu itu merasa yakin bahwa hanya mereka yang dapat berurusan dengan pihak jepang. Seraya menantikan pemilihan umum, yang dalam kenyataannya baru diselenggarakan sepuluh tahun kemudian, maka ditunjuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) untuk membantu Presiden, dan komite-komite nasional serupa akan dibentuk di tingkat Propinsi serta keresidenan. Suatu strukutur pemerintahan juga ditetapkan dengan mudah. Orang-orang Indonesia yang menjabat sebagai penasehat pemerintahan (sanyo) dan wakil residen diangkat sebagai pejabat republik.

Sementara itu, persiapan-persiapan pemerintahan tampak berjalan lancar di Jawa, namun terjadi perpecahan di kalangan kekuatan-kekuatan meliter Republik. Antara tanggal 18 dan 25 Agustus, Jepang yang ada di Jawa dan Sumatera membubarkan Peta/Giyugun dan Heiho.

Saat disiarkan berita tentang proklamasi kemerdekaan, banyak rakyat Indonesia yang jauh dari Jakarta tidak mengetahui. Pada tanggal 22 Agustus, pihak Jepang akhirnya mengumumkan menyerahnya mereka, tetapi baru pada bulan September 1945 proklamasi diketahui di wilayah-wilayah lebih terpencil. Sesaat setelah hal itu diketahui, timbullah segera masalah kesetiaan. Keempat penguasa kerajaan yang ada di Jawa telah menyatakan dukungan mereka kepada republik pada awal bulan September. Akantetapi banyak raja-raja di luar Jawa tidak tertarik pada revolusi, karena semasa penjajahan didukung oleh Belanda.

Perlawanan Saat Datangnya Sekutu
Tibanya pihak sekutu guna menerima penyerahan Jepang, maka muncullah tantangantantangan serius yang pertama terhadap revolusi. Pada akhit Juni 1945, satuan-satuan komando kecil yang sebagian besar orang belanda dan beberapa perwira Inggris juga telah diterjunkan di Sumatera Utara. Dengan munculnya pasukan-pasukan sekutu, maka semaikin mengkatlah ketegangan-ketegangan di Jawa dan Sumatera. Pada bulan Oktober meletus pertempuran di jalan-jalan antara para pemuda republik dengan orang-orang belanda bekas tahanan, pasukan-pasukan colonial belanda (termasuk orang-orang ambon), orang-orang Cina, orang-orang Indo-Eropa, dan orang-orang Jepang.

Pada bulan Oktober 1945, pihak Jepang berusaha mendapatkan kembali kekuasaan di kota-kota besar maupun kecil di Jawa yang baru saja mereka setujui diambil alih oleh bangsa Indonesia. Hal ini menyebabkan dimulainya tahapan pertama dari peperangan. Pada tanggal 3 Oktober, polisi meliter Jepang (kenpeitai) membantai pemuda-pemuda Republik di Pekalongan. Pasukan-pasukan Jepang mendesak kaum republik sehingga keluar dari kota bandung pada tanggal 10 Oktober, seminggu kemudian , menyerahkan kota itu kepada inggris. Pada tanggal 14 Oktober, mereka mulai merebut kembali Semarang. Pihak republic disana membalas dendam dengan membunuh sedikitnya 130, dan mungkin 300, orang jepang yang ditawan. Pihak Inggris tiba di Semarang enam hari kemudian, ketika pihak Jepang sudah hamper berhasil merebut kekuasaan kota tersebut, dengan membawa korban tewas yang tidak sedikit baik dari pihak republik maupun dari pihak jepang. Pihak Inggri smemutuskan untuk mengungsikan para tawanan Indo-Eropa dan Eropa secepat mungkin dari wilayah pedalaman Jawa yang bergolak detasemen-detasemen berangkat ke magelang dan ambarawa untuk membebaskan mereka. Tapi mereka mendapatkan begitu banyak perlawanan dari pihak Republik dan serangan-serangan udara inggris pun dilakukan. Pada tangga 2 November Soekarno memerintahkan genjatan senjata atas permintaan Inggris , tetapi pada akhir bulan November, pertempuran telah berkobar lagi dan pihak Inggris mundur ke daerah pesisir.

Surabaya, Sejarah Kota Pahlawan
Surabaya menjadi ajang medan pertempuran yang paling hebat selama Revolusi, sehingga menjadi lambang perlawanan nasional. Panglima senior jepang disana, laksamana Madya Shibata Yaichiro, memihak Republik dan meminta pintu gudang persenjataan Jepang kepada orang-orang Indonesia. Ketika seorang kapten angkatan laut belanda tiba di Surabaya sebagai wakil sekutu yang pertama, Shibata menyerah kepadanya pada tanggal 3 Oktober dan sesudah itu, dengan mengakui kenyataan akan kekuasaan bangsa Indonesia atas kota itu, memerintahkan pasukannya supaya menyerahkan senjata mereka yang tersisa kepada rakyat Indonesia yang bertanggung jawab atas penyerahan senjata-senjata itu kepada pihak sekutu, yang tentu saja tidak akan pernah mereka lakukan. Soetomo, Seorang yang berapi-api dan yang lebih terkenal dengan sebutan Bung Tomo menggunakan radio setempat untuk menciptakan suasana semangat Revolusi yang fanatik ke seluruh penjuru kota.

Di kota yang sedang bergolak inilah kira-kira 6.000 pasukan Inggris yang terdiri atas serdadu-serdadu India tiba pada tanggal 25 Oktober untuk mengungsikan para tawanan. Dalam waktu 3 hari, pertempuranpun berkobar. Waktu itu ribuan rakyat Surabaya sudah membunuh sebagian banyak prajurit serta memukul mundur pasukan tersebut, dan dalam keadaan siap menyapu bersih mereka. Pihak Inggris mendatangkan Soekarno, Hatta, dan Amir Syarifuddin. Dan pada tanggal 30 Oktober, ditetapkanlah suatu genjatan senjata. Akantetapi, pertempuran meletus lagi dan panglima pasukan Inngris setempat, Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Selama masa tenang berikutnya dalam pertempuran tersebut, pihak Inggris mendatangkan bala bantuan. Pada tanggal 10 November subuh, hari yang kini diperingati sebagai hari pahlawan, pasukan Inggris memulai suatu aksi pembersihan berdarah di seluruh pelosok kota di bawah penegboman dari udara dan laut, hamper separuh kota berhasil dikuasai oleh pihak Inggris dalam waktu tiga hari, tetapi pertempuran baru berakhir tiga minggu kemudian. Sedikitnya enam (6) ribu rakyat Indonesia gugur dan ribuan lainnya meninggalkan kota yang hancur.

Pihak Republik banyak kehilangan tenaga manusia dan senjata dalam pertempuran Surabaya, tetapi perlawanan mereka yang bersifat pengorbanan tersebut telah menciptakan lambang dan pekik persatuan demi Revolusi. Pertempuran Surabaya merupakan titik balik bagi belanda, Karena peristiwa itu telah mengejutkan kebanyakan dari mereka dalam menghadapi kenyataan. Banyak dari mereka telah benar-benar merasa yakin bahwa Republik hanya mewakili segerombolan kolaborator yang tidak mendapat dukungan rakyat. Tapi dengan fakta pertempuran di Surabaya, tak seorangpun pengamat yang serius dapat mempertahankan lagi anggapan seperti itu.

Masih Membahas Perlawanan Kemerdekaan
Pada bulan November dan Desember 1945, Revolusi di daerah pedesaan memasuki suatu tahapan yang lazim dikenal sebagai Revolusi Sosial. Akantetapi dalam hal beberapa kasus, kelas social yang rendah jarang menumbangkan kelas social yang dominant. Kebanyakan revolusi social diakibatkan oleh pertentangan antara elit-elit alternative, kelompok-kelompok kesukuan dan kemasyarakatan atau antargenerasi.

Ketegangan social di wilayah pesisir utara jawa mencapai puncaknya pada bulan desember 1945. di tiga kabupaten, yaitu bribes, pemalang, dan tegal, yang ketiga-tiganya merupakan keresidenan pekalongan terjadi apa yang dikenal denga istilah ‘peristiwa tiga daerah’. Protes social kaum tani dan keinginan untuk membalas ketertindasan yang dialami selama masa pendudukan Jepang. pada awal oktober terjadi aksi-aksi menentang kepala desa sudah berlangsung yang diprakarsai oleh para aktivis muda dari masyarakat islam tradisional dan kaum komunis. Serta terjadi berbagai perlawanan di daerah-daerah seluruh Republik baik dari kalangan petani, buruh, maupun dari kalangan islam dan abangan untuk mencapai suatu tatanan sosial.

Usai Suatu Perlawanan
Pada saat perngatan hari ulang tahun proklamasi yang kelima pada tanggal 17 Agustus yang 1950, semua struktur konstitusional semasa tahun-tahun revolusi secara resmi dihapuskan. Republic Indonesia Serikat, dengan Republik Indonesia sebagai Unsur didalamnya, serta Negara-negara sumatera Timur dan Indonesia Timur digantikan oeh Republik Indonesia.

Revolusi secara politik telah usai, masih tetap ada banyak persoalan, tetapi tahun-tahun Revolusi sudah banyak menyelesaikan masalah. Cukup sebagai alasan untuk berpendapat bahwa Indonesia tidak akan menjadiNegara Federal, Negara Islam, atau Negara Komunis, ataupun terutama sekali suatu jajahan Belanda. Akatetapi tahun-tahun yang akan datang akan menunjukkan ketidak jelasan apa implikasi social dari kemerdekaan terhadap banyak masalah sosial, agama, kemasyarakatan, kesukuan, kebudayaan, dan ekonomi yang masih tetap ada. Akantetapi Indonesia merdeka, setidak-tidaknya mulai saat itu dalam pengertian hukum internasional

Penutup
Demikian sedikit tulisan yang diambil dari berbagai referensi tentang sejarah Indonesia, Artikel ini khusus saya tulis sebagai penghargaan saya terhadap ulang tahun Republik ini yang ke 65, 17 Agustus 2010. tulisan ini hanya bagian umum dari sejarah Revolusi Indonesia, baik konteks perlawanan, kota dan daerah, maupun tokoh-tokohnya. Kalau semisal tulisan ini berisi seluruh (perlawanan, kota atau daerah, tokoh) yang terlibat dalam sejarah ini, maka namanya bukan lagi artikel tetapi sudah menjadi buku yang saya jilid dan sudah saya komersilkan. ‘saya cuman bercanda’. Terima kasih..

Referensi
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004
Ir. Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi

Referensi :

1. Zaman bergerak

2. Sejarah Gerakan Buruh

3. Orang-orang di persimpanghan kiri jalan

B.J Habibie

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal. Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini dikenal sangat cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar, namun ia harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung saat ia sedang shalat Isya.

Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal ayahnya, ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie, karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.

Karena kecerdasannya, Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk di ITB (Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai disana karena beliau mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman, karena mengingat pesan Bung Karno tentang pentingnya Dirgantara dan penerbangan bagi Indonesia maka ia memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di  Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH)Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau swasta dari pada teman-temannya yang lain Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.



Beliau mendapat gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 dengan predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5, Dengan gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.

Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean kemudian Habibie menikah pada tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, hidupnya makin keras, di pagi-pagi sekali Habibie terkadang harus berjalan kaki cepat ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya kemudian pulang pada malam hari dan belajar untuk kuliahnya, Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju untuk menhemat kebutuhan hidup keluarga. Pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.

Rumus yang di temukan oleh Habibie dinamai "Faktor Habibie" karena bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang sehingga ia di juluki sebagai "Mr. Crack". Pada tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung. dari tempat yang sama tahun 1965. Kejeniusan dan prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sementara itu penghargaan bergensi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award dan Award von Karman yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.


Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia ke 3. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!

Pada tanggal 22 Mei 2010, Hasri Ainun Habibie, istri BJ Habibie, meninggal di Rumah Sakit Ludwig Maximilians Universitat, Klinikum, Muenchen, Jerman. Ia meninggal pada hari Sabtu pukul 17.30 waktu setempat atau 22.30 WIB. Kepastian meninggalnya Hasri Ainun dari kepastian Ali Mochtar Ngabalin, mantan anggota DPR yang ditunjuk menjadi wakil keluarga BJ Habibie. Ini menjadi duka yang amat mendalam bagi Mantan Presiden Habibie dan Rakyat Indonesia yang merasa kehilangan. Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas.
"Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, .......ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya............saya mau kasih informasi........... Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu........." Papar BJ Habibie.
Pada Awal desember 2012, sebuah film yang berjudul "Habibie dan Ainun" diluncurkan, film ini Mengangkat kisah nyata tentang romantisme kedua saat remaja hingga menjadi suami istri dan saat ajal memisahkan mereka. Film yang diambil dari buku terlaris karya BJ Habibie, Film ini di garap oleh dua sutradara yaitu Faozan Rizal dan Hanung Bramantyo, dengan pemeran Reza Rahardian sebagai Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun Habibie.


Pidato BJ Habibie ketika berkunjung Ke Garuda Indonesia

Dik, anda tahu, saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau melanjutkan “Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai Insinyur, Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi
Maritim dan Teknologi Dirgantara. Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.

Sekarang Dik, anda semua lihat sendiri, N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?

Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.

Dik tahu di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia. Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa.

Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua?

Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!

Pak Habibie menghela nafas, Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya....

Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di Indonesia.

Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,
− Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten− C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produsen sejenis− D itu Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!

Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:
Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik, organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai hati Dik”

Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu...

Dik, saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya, saya mau kasih informasi...... Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu.

Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta mengalami luka hati yang mendalam, seisi ruangan hening dan turut serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata mulai menggenang.

Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie melanjutkan...

Dik, kalian tau, 2 minggu setelah ditinggalkan ibu, suatu hari, saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu... Ainun.... Ainun ........ Ainun ........saya mencari ibu di semua sudut rumah.

Para dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini...’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie.

Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;
1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan harus diawasi terus...3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.

Saya pilih opsi yang ketiga...

*(dari tayangan program di stasiun televisi 27 Januari 2012, P.Habibie bercerita, ternyata ada 4 opsi,bukan 3, dimana opsi yang belum tersebut di atas adalah, P.Habibie diminta bercerita tentang apa saja tentang bu Ainun kepada dokter, hampir sama dengan opsi 2)

Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara dalam menyampaikan sesuatu).. ia melanjutkan pembicaraannya;

Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun.......dan hari ini persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air Indonesia.

Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat..... saya menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia.

Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata.......

Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;

Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya menyetujui...

Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya, namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di satu toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota mereka.

Dik, asal you tahu, semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh Habibie dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.

Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.

Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif.”

Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain beberapa proyek pembuatan pesawat terbang :

* VTOL ( Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN - 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
· Helikopter BO-105.
· Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
· Beberapa proyek rudal dan satelit.

Sebagian Tanda Jasa/Kehormatannya :

* 1976 - 1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 - 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 - 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 - 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 - 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 - 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 - 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 - 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 - 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret - 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 - Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia

Referensi :

http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id
http://www.e-smartschool.com/

Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gud Dur)


Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.


Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren.

Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).

Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya.

Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970.

Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.

Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.

Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.

Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.

Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang.

Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi.

Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.

Abdurrahman Wahid mendapat pengalaman politik pertamanya pada pemilihan umum legislatif 1982, saat berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gabungan empat partai Islam termasuk NU.

Reformasi NU

NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Pada 2 Mei 1982, para pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan memintanya mengundurkan diri. Namun, pada 6 Mei 1982, Gus Dur menyebut pilihan Idham untuk mundur tidak konstitusionil. Gus Dur mengimbau Idham tidak mundur.

Pada 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat oleh MPR dan mulai mengambil langkah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Gus Dur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu ini.

Gus Dur lalu menyimpulkan NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, dia mengundurkan diri dari PPP dan partai politik agar NU fokus pada masalah sosial.

Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur dinominasikan sebagai ketua PBNU dan dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya.

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai pemerintah. Pada 1987, dia mempertahankan dukungan kepada rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar.

Ia menjadi anggota MPR dari Golkar. Meskipun disukai rezim, Gus Dur acap mengkritik pemerintah, diantaranya proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai Bank Dunia. Ini merenggangkan hubungannya dengan pemerintah dan Suharto.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga menandingi sekolah sekular.

Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua PBNU pada Musyawarah Nasional 1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, berusaha menarik simpati Muslim.

Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati intelektual muslim di bawah dukungan Soeharto dan diketuai BJ Habibie. Pada 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung, tapi ditolaknya karena dianggap sektarian dan hanya membuat Soeharto kian kuat.

Bahkan pada 1991, Gus Dur melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan merencanakan acara itu dihadiri paling sedikit satu juta anggota NU.

Soeharto menghalangi acara tersebut dengan memerintahkan polisi mengusir bus
berisi anggota NU begitu tiba di Jakarta. Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan diri untuk masa jabatan ketiga. Kali ini Soeharto menentangnya. Para pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko, berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur.

Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat ABRI, selain usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU priode berikutnya.

Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang popularitasnya tinggi berencana tetap menekan Soeharto.

Gus Dur menasehati Megawati untuk berhati-hati, tapi Megawati mengacuhkannya sampai dia harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markasnya diambilalih pendukung Ketua PDI dukungan pemerintah, Soerjadi.

Pada November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU. Desember tahun itu juga dia bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998.

Pada 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama delapan pemimpin komunitas Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak bergabung dengan Komite Reformasi.

Amien, yang merupakan oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai pandangan moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian mundur pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto. Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.

Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena mendirikan partai politik adalah satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presidennya.

Pemilu April 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan PDIP memenangkan 33% suara. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Semasa pemerintahannya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor Timur. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sementara dia juga menjadi tokoh pertama yang mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik. Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate, yang kemudian menjatuhkannya.

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri.

Pada Pemilu April 2004, PKB memperoleh 10.6% suara dan memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis dan KPU menolak memasukannya sebagai kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Di Pilpres putaran dua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur golput.

Agustus 2005, Gus Dur, dalam Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama dalam soal pencabutan subsidi BBM.

Kehidupan pribadi

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Yenny aktif berpolitik di PKB dan saat ini adalah Direktur The Wahid Institute.

Gus Dur wafat, hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkosumo, Jakarta, pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, diantarnya jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama.

Sebelum wafat dia harus menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Surabaya usai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Penghargaan

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, penghargaan cukup prestisius untuk kategori kepemimpinan sosial.

Dia ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, pada 10 Maret 2004.

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM karena dianggap sebagai salah satu tokoh yang peduli persoalan HAM.

Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas.

Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

Gus Dur memperoleh banyak gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lebaga pendidikan, yaitu:

- Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)

- Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)

- Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)

- Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)

- Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)

Referensi :

- http://www.antaranews.com/berita/1262186533/biografi-gus-dur

Presiden Soeharto


Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.

Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.



Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.

residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.

Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.

Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana,

mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.

Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).

Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.

FOTO FOTO KENANGAN MANTAN PRESIDEN SOEHARTO



Mohammad Hatta

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRVSMtAAW1fkl8okXoIeo7ikJmOBnV1gD0GEjSacB-0j2tMPTftWIyeuaDUa9rcSfv-iRCVqbzzAlzkA9et4WUA5yqutyXvsSkGlZt0IqlApAnyPsxQ_HbsPxpsl-Gj6EdckCKL48pXFLc/s320/BungHatta.jpgMohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.


Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.

Masa Studi di Negeri Belanda
Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.

Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif. Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa. PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.

Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama "Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, "Indonesia" secara resmi diakui oleh kongres. Nama "Indonesia" untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional. Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.

Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah bagi "Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan). Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama "Indonesia Vrij", dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka. Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.

Kembali ke Tanah Air
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya. Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933), "Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember 1933).

Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”.

Masa Pembuangan
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.

Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan judul-judul antara lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan" dan "Alam Pikiran Yunani." (empat jilid).

Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang
Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.

Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, “Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan
oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali."

Proklamasi
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa. Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.

Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.

Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.

Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana. Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.

Periode Tahun 1950-1956
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.

Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”. Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju Negara Hukum”.

Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu. Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus. Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.

Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

Berikut Biodata dari Mohammad Hatta

Nama : Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Istri : (Alm.) Rahmi Rachim
Anak :
  • Meutia Farida
  • Gemala
  • Halida Nuriah
Gelar Pahlawan : Pahlawan Proklamator RI tahun 1986

Pendidikan :
  • Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
  • Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
  • Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
  • Gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Karir :
  • Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
  • Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
  • Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda (1925-1930)
  • Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, Berlin (1927-1931)
  • Ketua Panitia (PNI Baru) Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
  • Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Jepang (April 1942)
  • Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945)
  • Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
  • Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945)
  • Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
  • Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 - Desember 1949)
  • Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
  • Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 - Agustus 1950)
  • Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung (1951-1961)
  • Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954-1959)
  • Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV tentang masalah korupsi (1969)
  • Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BLOG' 'E MIFTAKHURROKHIM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger