Bedasarkan
cerita rakyat , pada sekitar awal abad 17 tersebutlah tiga orang
pengelana masing-masing bernama Kyai Kolodete, Kyai Karim dan Kyai Walik
, mulai merintis suatu permukiman di daerah Wonosobo. Selanjutnya Kyai
Kolodete berada di dataran tinggi Dieng, Kyai Karim berada di daerah
Kalibeber dan Kyai Walik berada di dekitar kota Wonosobo sekarang ini.
DI kemudian hari dikenal beberapa tokoh penguasa daerah Wonosobo
seperti Tumenggung Kartowaseso sebagai penguasa daerah Wonosobo yang
pusat kekuasaannya si Selomanik. Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung
Wiroduta sebagai penguasa Wonosobo yang pusat kekuasaannya di Pecekelan -
Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan ke Ledok - Wonosobo atau
Plobangan sekarang ini.
Salah seorang cucu Kyai Karim juga
disebut sebagai salah seorang penguasa Wonosobo. Cucu kyai karim
tersebut dikenal sebagai i Singowedono yang telah mendapat hadiah satu
tempat di Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa
daerah ini namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro. Pada masa
ini Pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Setelah meninggal dunia
Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen.
Selanjutnya
pada masa perang Diponegoro ( 1825 - 1930 ) , Wonosobo merupakan salah
satu basis pertahanan pasukan pendukung Diponegoro. Beberapa tokoh
penting yang mendukung perjuangan Diponegoro adalah Imam Musbch atau
kemudian dikenal dengan nama Tumenggung Kertosinuwun, MAs Lurah atau
Tumenggung Mangkunegaran, Gajah Permodo dan Kyai Muhamad Ngarpah.
Dalam pertempuan melawan Belanda, Kyai Muhamad Ngarpah berhasil
memperoleh kemenangan yang pertama. Atas keberhasilan itu Pangeran
Diponegoro memberi nama kepada Kyai Muhamad Ngarpah dengan sebutan
Tumenggung Seconegoro. Selanjutnya Tumenggung Seconegoro diangkat
sebagai penguasa Ledok dengan gelas TUMENGGUNG SECONEGORO.
Eksistensi kekuasaan Seconegoro di daerah Ledok ini dapat dilihat lebih
jauh dari berbagai sumber termasuk laporan Belanda yang dinuat setelah
perang Diponegoro selesai. Disebutkan pula bahwa Seconegoro adalah
Bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto ke kawasan kota
Wonosobo sekarang ini.
Dari hasil seminar AHri Jadi Wonosobo
tanggal 28 April 1994, yang dihadiri oleh Tim Peneliti dari Fakultas
Sastra UGM, Muspida, Sespuh dan Pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di
Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Komisi serta
Instansi Pemerintah Wonosobo yang telah menyepakati bahwa Hari Jadi
Wonosobo jatuh pada tanggal 24 Juli 1825.
Adapun penguasa/kepala pemerintahan Kabupaten Wonosobo dari tahun 1825 sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :
1. Tumenggung R. Setjonegoro ( 1825 - 1832 )
2. Tumenggung R. MangoenKoesoemo ( 1832 - 1857 )
3. Tumenggung R. Kertonegoro ( 1857 - 1863 )
4. Tumenggung R. Tjokrohadisorjo ( 1863 - 1889 )
5. Tumenggung R. Soeryohadikoesoemo ( 1889 - 1898 )
6. Tumenggung R. Soerjohadinagoro ( 1898 - 1919 )
7. Adipati RAA Sosrodiprodjo ( 1920 - 1944 )
8. Bupati R. Singgih Hadipoero ( 1944 - 1946 )
9. Bupati R. Soemindro ( 1946 - 1950 )
10. Bupati R. Kadri ( 1950 - 1954 )
11. Bupati R. Oemar Soerjokoesoemo ( 1955 )
12. Bupati R. Sangidi Hadisoetirto ( 1955 - 1957 )
13. Kapala Daerah Rapingoen Wiombohadi Soedjono ( 1957 - 1959 )
14. Bupati R. Wibowo Helly ( 1960 - 1967 )
15. Bupati KDH Drs. R. Darodjat A.N.S ( 1967 -1974 )
16. Pj. Bupati KDH R. Marjaban ( 1974 - 1975 )
17. Bupati KDH Drs. Soekanto ( 1975 - 1985 )
18. Bupati KDH Drs. Poedjihardjo ( 1985 - 1990 )
19. Bupati KDH Drs. H. Soemadi ( 1990 - 1995 )
20. Bupati KDH Drs. Margono ( 1995 - 2000 )
21. Bupati KDH Drs. Trimawan Nugrohadi ( 2001 - 2005 )
Sumber